Desentralisasi asimetris yang pemerintah laksanakan di beberapa daerah di Indonesia belum menuai hasil yang signifikan. Anggaran dana otonomi khusus (Otsus) yang berlangsung untuk 20 tahun di Papua (berakhir 2022) dan Aceh (berakhir 2028) tidak menghasilkan hasil yang maksimal dalam aspek pendidikan dan aspek pengentasan kemiskinan. Melansir data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Angka kemiskinan dan Aspek Pendidikan Murni (APM) SMP pada tahun 2016–2018 di kedua daerah tersebut belum mencapai taraf rata-rata nasional. Tidak signifikannya hal tersebut kemungkinan berada dalam penggunaan dan regulasi daerah setempat, padahal besaran anggaran otsus untuk pendidikan telah diatur minimal 30%, namun penyaluran anggaran di Papua masih berada di bawah 30%.
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses berbagai pelayanan yang disediakan oleh pemerintah, indkatornya terbagi menjadi 4 macam: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah. IPM mengukur kualitas pembangunan manusia dari aspek ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Dalam kurun waktu 3 tahun (2020–2023), IPM nasional dan IPM Papua memang meningkat secara signifikan, namun nilai yang diperoleh oleh Papua masihlah dalam nilai rendah. Kesenjangan ini memiliki beberapa sebab seperti demografi, geografi, sosial, dan budaya.
Pendidikan adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi manusia, baik fisik, cipta, rasa, maupun karsanya.
Pendidikan juga merupakan upaya untuk membentuk manusia yang lebih dewasa, kritis dalam berpikir, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak. Pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan kualitas hidup masyarakat karena melalui pendidikan, individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan inovatif, yang diperlukan untuk memecahkan masalah serta beradaptasi dengan perubahan. Pendidikan juga membuka peluang kerja yang lebih baik, sehingga meningkatkan taraf ekonomi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, pendidikan mendorong kesadaran akan kesehatan, lingkungan, dan hak-hak sosial, yang membantu menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan adil. Masyarakat yang terdidik juga cenderung lebih aktif dalam kehidupan politik dan berkontribusi pada pembangunan demokrasi yang lebih kuat, serta berperan dalam menjaga stabilitas sosial. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu kunci utama dalam meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya.
Dana otonomi khusus memiliki pengaruh signifikan terhadap partisipasi pendidikan di jenjang SMP di kabupaten/kota Papua Barat. Setiap kenaikan Dana Otsus sebesar 1% dapat meningkatkan partisipasi pendidikan SMP di Papua Barat sebesar 6.329%. Pengalokasian Dana Otsus untuk sektor pendidikan di Papua Barat pada tahun 2014-2018 sudah sesuai dengan alokasi minimal yang diatur dalam Peraturan Gubernur, yakni sebesar 20-30%. Namun, Dana Otsus tidak memiliki dampak signifikan terhadap partisipasi pendidikan SMP di Papua. Hal ini dapat dilihat dari aspek penggunaan anggaran dan regulasi. Penggunaan Dana Otsus untuk pendidikan di Papua pada tahun 2014-2018 masih di bawah 30% dari ketentuan yang ditetapkan dalam UU dan Perdasus, yang seharusnya minimal 30%. (Budiratna, Hasta, and Riatu M. Qibthiyyah. “Evaluasi Atas Transfer Dana Otonomi Khusus Di Aceh, Papua, Dan Papua Barat.” Jurnal Indonesia Sosial Sains, 2020)
Perjalanan implementasi UU otsus di tanah Papua dalam rentang dua puluh tahun menghadapi banyak persoalan. Janji-janji pencerdasan melalui pendidikan yang bermutu dan berkualitas masih ‘gagal’ dihadirkan oleh negara. Papua memang secara signifikan telah meningkatkan taraf pendidikannya selama penerapan otsus, namun IPM dan APM yang diperoleh masih berada di bawah rata-rata nasional. Layanan dan akses pendidikan yang belum memadai perlu dibenahi, seperti menambah kuantitas layanan pendidikan, dan kualitas pendidik.
Referensi:
Anggi Afriansyah. “REFLEKSI DUA PULUH TAHUN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI TANAH PAPUA (2001-2021).” Masyarakat Indonesia, vol. 48, no. 1, 8 Aug. 2023, pp. 63–77, https://doi.org/10.14203/jmi.v48i1.1170. Accessed 19 Sept. 2023.
Budiratna, Hasta, and Riatu M. Qibthiyyah. “Evaluasi Atas Transfer Dana Otonomi Khusus Di Aceh, Papua, Dan Papua Barat.” Jurnal Indonesia Sosial Sains, vol. 1, no. 5, 21 Dec. 2020, pp. 402–414, https://doi.org/10.36418/jiss.v1i5.103.
Edyanto, Edyanto, et al. “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS (OTSUS) PAPUA.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan), vol. 5, no. 4, 16 Nov. 2021, https://doi.org/10.58258/jisip.v5i4.2577. Accessed 20 Dec. 2022.
Nisa, Nur Sholekhatun, and Palupi Lindiasari Samputra. “ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN DI PROVINSI PAPUA BARAT.” JURNAL PERSPEKTIF EKONOMI DARUSSALAM, vol. 6, no. 2, 16 Sept. 2020, pp. 115–135, https://doi.org/10.24815/jped.v6i2.16388. Accessed 19 Jan. 2022.
Komentar
Posting Komentar