Langsung ke konten utama

Meninjau Kembali Usaha Papua Merdeka

(sumber gambar: https://discover.hubpages.com/politics/Why-the-Genocide-in-West-Papua-affects-You) 

Sumber dari konflik yang telah ada sejak lama ini menyangkut perihal masuknya Papua ke Indonesia, perbedaan persepsi mengenai integrasi Papua ke Indonesia ini menyebabkan ketidaksepakatan. Konflik di tanah Papua juga kian membesar karena adanya kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan, serta marginalisasi dan diskriminasi terhadap kaum Papua. Beberapa pihak juga selalu menganggap bahwa OPM adalah kelompok separatis.

(Tentara KNIL berpose. Februari 1947) 

Pada tahun 1949, terjadi perbedaan pendapat antara Indonesia dan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB). Mereka tidak menemukan titik tengah dalam wilayah kedaulatan Indonesia. Dengan inilah presiden Soekarno membuat operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) guna membebaskan Papua dari politik dekolonisasi Belanda. Pemerintah Belanda menandatangani Perjanjian New York pada 15 Agustus 1962 yang berisikan pengalihan adminstrasi di Irian Barat kepada United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA) pada 10 Oktober 1962 dan pada akhirnya pada 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan keputusan Irian Barat kepada Indonesia. Setelah penyerahan itu, Indonesia berusaha mengintegrasikan Papua ke dalam kedaulatan Indonesia melalui Dekrit Presiden No. 8 dan 11/1963.

Taufik Tuhana dalam bukunya berjudul Mengapa Papua Bergejolak menjelaskan bahwa para nasionalis Papua yang dulu membutuhkan pemerintahan Belanda berusaha membujuk organisasi-organisasi dan menghimpun putra-putri Papua dalam gerakan bawah tanah. Hal ini mereka upayakan untuk Papua yang terbebas dari Indonesia dan Belanda hingga pada 26 Juli 1965 mulai muncul gerakan OPM yang dipimpin oleh Sersan Mayor Permanes Ferry Awom.

Diskriminasi awal yang nasionalis Papua rasakan adalah tidak dilibatkannya mereka dalam perjanjian New York, padahal mereka seharusnya ikut dilibatkan dalam membahas pembebasan Papua. PBB menganggap bahwa masyarakat papua masih terlalu lugu dan primitif, perwakilan Papua yang berangkat ke konferensi hanyalah orang-orang transmigrasi yang notabennya bukan orang asli Papua, lantas bagaimana nasib 800ribu orang Papua? Apakah mereka tidak boleh menentukan nasib mereka sendiri?

Pada tahun 1999, setelah presiden B.J. Habibie memberikan referendum bagi Timor Timur, beberapa nasionalis Papua datang kepadanya, mereka meminta hak yang sama sebagaimana Timor Timur. Namun B. J. Habibie menolak dialog politik dengan mereka, ucapnya Papua akan diberikan otonomi khusus. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengayomi Papua dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas di wilayah tersebut. Salah satu langkah penting adalah penerapan Otonomi Khusus (OTSUS) pada tahun 2001, yang memberikan wewenang dan alokasi dana lebih besar kepada pemerintah daerah Papua untuk pengelolaan sendiri. Dalam rangka meningkatkan infrastruktur, pemerintah telah berinvestasi dalam pembangunan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya, serta memperluas akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Program-program ini dirancang untuk mengatasi ketertinggalan di Papua dan memberikan peluang lebih baik bagi penduduk lokal.

Namun, tantangan signifikan tetap ada. Penerapan OTSUS sering menghadapi masalah, seperti korupsi dan ketidakmerataan dalam distribusi dana, yang menghambat efektivitasnya. Pembangunan infrastruktur juga kadang terhambat oleh masalah logistik dan konflik lokal. Selain itu, ketidakpuasan di kalangan masyarakat Papua sering kali disebabkan oleh pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan kebutuhan lokal, serta kurangnya dialog yang efektif dengan pemimpin adat dan tokoh masyarakat. Konflik kekerasan dan ketidakadilan juga terus menjadi isu yang mempersulit upaya-upaya untuk menciptakan stabilitas dan kesejahteraan di wilayah tersebut.

Beberapa persoalan Papua memang kompleks, entah mana yang baik tentunya tergantung persepsi masing-masing. Mulai dari pelanggaran HAM, politik, hingga pemberian otonomi khusus, harusnya bisa lebih dikembangkan lagi. Jika pemerintah bisa lebih mengayomi Papua tanpa kekerasan militer, mungkin hal baik bisa terjadi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelarian dari Kehidupan yang Melankolis, Makna Lagu Barasuara - Hitam dan Biru

Pada 21 Juni 2024, Barasuara telah merilis album ketiga mereka yang berjudul ‘Jalaran Sadrah' yang diambil dari bahasa jawa yang bermakna karena pasrah. Album ini memiliki jangka 4 tahun dari album sebelumnya yang bertajuk ‘Pikiran dan Perjalanan’. Lirik yang ditulis dalam lagu Hitam dan Biru merupakan hasil olah pikir Iga Massardi dan juga komposisi dari Puti Chitara, ditambah dengan sentuhan legenda musik Indonesia yakni Erwin Gutawa serta dilanjutkan oleh Czech Symphony Orchestra kian membuat kesan yang mewah dan mendalam.  Hitam dan biru membawa suasana kelam dalam kehidupan, pelarian seseorang dari banyak masalah dan rintangan. Lagu ini mengingatkan kita bahwa sejauh apapun kita lari dari kehidupan, pastinya akan terkejar. Kita adalah manusia yang entah benar atau salah, lawan segala masalahmu, jangan lari. Hitam dan Biru – Barasuara Di batas petang aku akan datang Bawa berita kurang menyenangkan Tentang hidupku, tentang hidupmu Yang penuh pertanyaan, penuh penyangkalan Mengap...

Varemara

(ilustrasi pulau menggunakan bantuan ai) Penghuni pulau ini tidak makmur, tidak kaya, tidak pintar, sedikit bahagia, kurang lebih seperti itu jawaban dari kuli angkut di dermaga. Padahal, pikirku pulau ini begitu makmur dengan hutan bakau di sekitar pantai, pasir putih mengelilingi pulau, hingga terumbu karang yang kaya akan kehidupan. Pulau Varemara namanya, ujar kuli angkut sambil menurunkan barangku di hostel. “Nama yang bagus! Bukankah begitu?”—respon ku spontan. “Segala hal terlihat indah nak. Tak segala yang indah dan sedap dipandang selalu baik, ingatlah itu. Oh, kalau butuh bantuan, hubungi diriku ya”, ia pergi setelah menerima upahnya. Aku iri pada Varemara mulai awal langkahku memasuki Varemara, penerima turis disini begitu ramah, aksen bahasa yang halus, serta tidak sedikitpun ada pungutan liar, duhai tenangnya. Harapku nyaman tinggal disini hingga kematian nanti, pikirku dalam hati. Hostel tempatku tinggal begitu sederhana, perpaduan antara semen dan kayu jati membuatnya el...

Problematika Mental Gen-Z

(sumber tertera pada gambar ) Generasi Z atau lebih dikenal dengan nama Gen-Z adalah orang-orang yang lahir antara tahun 1997—2012. Teknologi yang semakin maju di generasi ini memudahkan segala akses ke segala hal baik sisi positif maupun negatif, tergantung bagaimana mereka memanfaatkannya. Dengan kemajuan teknologi yang sedemikian pesat, bukannya justru Gen-Z akan lebih mapan dibanding generasi sebelumnya? Jika pembaca melihatnya secara polos memang benar akan terlihat semudah itu. Akan tetapi, realitanya justru lebih kompleks dari yang terlihat. Ada banyak sekali faktor yang bisa mempengaruhi lemahnya mental generasi ini. Penyebab terjadinya permasalahan mental ini memang bersifat relatif. Namun kita tetap bisa mencari penyebab keseluruhannya, yaitu: 1. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi dapat mempengaruhi mental health seseorang karena terlalu mudahnya mengakses segala hal khususnya sebagai sarana mencari kebahagiaan secara instan. Karena sudah terlalu sering melakukan sesuatu d...